Kamis, 27 Oktober 2011

Jalan jalan ke Kebun Raya Bedugul

Nah, selepas lelah jalan-jalan untuk melihat pura, pantai danau, kehidupan budaya orang Bali, ada baiknya untuk melepas kelelahan anda di tempat yang satu ini.
Tempatnya sejuk, pastinya. Ya, karena tempat yang satu ini merupakan kebun raya dengan berbagai koleksi pepohonan yang rindang dan hawanya sejuk, ya karena tempatnya di Bedugul dengan ketinggian kurang lebih 1.240 meter dari permukaan laut. Kebun raya ini dikenal dengan nama Kebun Eka Karya Bedugul atau singkatnya kebun raya Bedugul.
Kebun Raya Eka Karya Bedugul memiliki koleksi 17.000 tanaman dari sekitar 1.700 spesies, sehingga menarik minat kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik.
Dan di sekitar Kebun raya banyak ditemukan pertanian Strawberry karena sangat cocok dengan suhu udara di sini. Buahnya banyak dijajakan oleh pedagang di pintu masuk kebun raya. Harganya dijamin murah, apalagi bagi yang jago nawar.
Memasuki areal kebun raya, semuanya hijau dan penuh dengan bunga warna-warni. Untuk menikmati setiap area, anda akan dihubungkan dengan jalan setapak. Jadi walaupun daerahnya cukup luas, lelah tidak akan pernah datang.
Tempat ini sangat cocok untuk liburan bersama keluarga. Tidak salah, kebun raya ini selalu dipadati pengunjung di musim liburan, apalagi akhir-akhir ini ada atraksi Bali Treetop yang menyajikan permainan menantang di atas pohon. Wow, kedengarannya asyik banget ya. So, kalau lagi liburan di Bali atau Bedugul, objek wisata ini is a must untuk dikunjungi.

Sejarah Kebun Raya"EKA KARYA"Bedugul


Berawal dari gagasan Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam yang merangkap sebagai Kepala Kebun Raya Indonesia, dan I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam saat itu yang berkeinginan untuk mendirikan cabang Kebun Raya di luar Jawa, dalam hal ini Bali. Pendekatan kepada Pemda Bali dimulai tahun 1955, hingga akhirnya pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan Kebun Raya di Bali.
Berdasarkan kesepakatan lokasi Kebun Raya ditetapkan seluas 50 ha yang meliputi areal hutan reboisasi Candikuning serta berbatasan langsung dengan Cagar Alam Batukau. Tepat pada tanggal 15 Juli 1959 Kebun Raya “Eka Karya” Bali diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam sebagai realisasi SK Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 19 Januari 1959 No. 19/E.3/2/4.
Nama “ Eka Karya ” untuk Kebun Raya Bali diusulkan oleh I Made Taman. “ Eka ” berarti Satu dan “ Karya ” berarti Hasil Kerja . Jadi “ Eka Karya ” dapat diartikan sebagai Kebun Raya pertama yang merupakan hasil kerja bangsa Indonesia sendiri setelah Indonesia merdeka. Kebun raya ini dikhususkan untuk mengoleksi Gymnospermae (tumbuhan berdaun jarum) dari seluruh dunia karena jenis-jenis ini dapat tumbuh dengan baik di dalam kebun raya. Koleksi pertama banyak didatangkan dari Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, antara lain Araucaria bidwillii , Cupresus sempervirens dan Pinus masoniana . Jenis lainnya yang merupakan tumbuhan asli daerah ini antara lain Podocarpus imbricatus dan Casuarina junghuhniana .
Sejak resmi berdiri, perkembangan Kebun Raya “Eka Karya” Bali selalu mengalami pasang surut dengan silih bergantinya pengelolaan, yaitu antara Dinas Kehutanan Propinsi Bali dan Kebun Raya sendiri. Pengelolaan Kebun Raya sempat dua kali dititipkan pada Dinas Kehutanan Propinsi Bali, yaitu pada 15 Juli 1959 – 16 Mei 1964 dan setelah peristiwa G 30 S/PKI (1966 – 1975). Pengelolaan kebun secara langsung oleh staf kebun raya dilakukan juga selama 2 periode, yakni sejak 16 Mei 1964 – Desember 1965 dan 1 April 1975 hingga sekarang.
Sejak tahun 1964 hingga saat ini, Kebun Raya “Eka Karya” Bali telah mengalami 11 kali pergantian kepemimpinan dengan berbagai pembaharuan. Di bawah kepemimpinan I Gede Ranten, B.Sc. (1975 – 1977), luas kebun raya bertambah hingga 129,2 ha. Perluasannya diresmikan oleh Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia saat itu yaitu Prof. Dr. Ir. Tubagus Bachtiar Rifai pada tanggal 30 April 1976 yang ditandai dengan penanaman Chamae cyparis obtusa.
Di bawah kepemimpinan Ir. Mustaid Siregar, M.Si (2001 – 2008) luas kebun raya bertambah lagi menjadi 157,5 ha. Saat ini (2009 – ) Kebun Raya Bali dipimpin oleh Ir. I Nyoman Lugrayasa. Meski pada awal berdirinya ditujukan untuk konservasi tumbuhan berdaun jarum (Gymnospermae), kini Kebun Raya yang berada di ketinggian 1.250 – 1.450 m dpl dengan suhu berkisar antara 18 – 20°C dan kelembaban 70 – 90% ini berkembang menjadi kawasan konservasi ex-situ tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia. Statusnya saat ini adalah Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali (SK Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No. 1019/M/2002, tanggal 12 Juni 2002) dan Kawasan Dengan Tujuan Khusus sebagai Hutan Pendidikan dan Penelitian bagi peruntukan Kebun Raya “Eka Karya” Bali (UU No. 41 Tahun 2000 serta SK Menteri Kehutanan No. 6311/Kpts-II/2002, tanggal 13 Juni 2002).  Dengan ribuan koleksi tanaman yang tidak hanya berasal dari Indonesia, Kebun Raya “Eka Karya” Bali sebagai sebuah lembaga konservasi ex – situ tumbuhan merupakan tempat yang sesuai untuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata.

Kebun Raya Bedugul


TABANAN- Kebun Raya Bedugul masih menjadi tujuan favorit wisatawan nusantara saat mengisi hari libur panjang "Long Weekend" karena selain memiliki hawa sejuk dan keindahan tanaman juga  menyediakan sarana bermain bagi keluarga.

Berdasar pantauan di obyek wisata yang dirintis semasa Presiden RI I Soekarno itu, sejak pagi pengunjung hilir mudik baik secara rombongan maupun perorangan. Lokasi parkir yang berada di sisi kanan di luar areal kebun raya, nampak disesaki kendaraan roda dua hingga bus-bus pariwisata.

Di loket pintu masuk kebun raya, warga dan ratusan pelajar diantar guru-guru mereka terlihat berjubel saat hendak membayar tiket Rp7 ribu perorangnya.

Suasana yang asri dan sejuk membuat pengunjung betah berlama-lama untuk bermain atau sekedar duduk-duduk di sekitar taman hijau yang terbentang luas di areal seluas 157,5 hektare.

"Biasanya kalau libur panjang seperti hari ini, pengunjung cukup ramai didominasi wisatawan domestik," ujar Kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya "Eka Raya" Bali-LIPI, Bedugul, I Wayan Lugrayasa.

Salah satu strategi untuk mendongkrak kunjungan disamping menjalankan fungsi pendidikan, pihaknya melakukan kerja sama dengan 103 sekolah di Denpasar, Badung, Tabanan dan Gianyar.

Bahkan bagi pengunjung rombongan pelajar, bisa mendapat diskon khusus. Untuk anak TK, cukup membayar 50 persen dari harga tiket normal sementara untuk pelajar tingkat SD hingga Mahasiswa mendapat diskon 25 persen.

Salah seorang guru di SMP Kuta Selatan, I Wayan Puja mengaku datang bersama ratusan pelajar untuk mengisi acara pelapasan kelas 9. "Anak-anak sudah sering ke pantai, sekarang kami ajak ke Kebun Raya Bedugul untuk acara perpisahan, suasana sejuk dan segar, anak-anak merasa senang ke sini," katanya ditemui terpisah.

Para pengunjung selain berjalan menyusuri taman-teman tempat aneka jenis spesies tanaman langka hingga tanaman untuk obat-obatan, juga memanfaatkan ruang terbuka hijau untuk kegiatan outbound. Bagi anak-anak bisa mengekspresikan diri bermain dengan teman-temannya serta ada pula yang menyanyi bersama-sama.

Wisatawan bisa melihat koleksi tanaman Kaktus yang biasanya tumbuh di belahan dunia seperti Mexico, hingga Jerman. Jika masih kuat berjalan kaki bisa menikati keindahan koleksi Anggrek baik asal Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua.

Kebun Raya Bedugul juga menjadi salah satu  objek daya tarik wisata andalan Kabupaten Tabanan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tabanan I Wayan Diasa menegaskan, Kebun Raya Bedugul merupakan salah satu dari lima objek wisata andalan kabupaten Tabanan.

"Ada 26 objek daya tarik wisata di kabupaten Tabanan, dan Kebun Raya Bedugul termasuk salah satu andalan utama kami," tegasnya.

Hanya saja, meski terdapat kekayaan sumber daya alam tak ternilai yang tersimpan di Kebun Raya Bedugul ini, ternyata masyarakat belum bisa memanfaatkan obyek wisata ini untuk kepentingan pendidikan, penelitian.

"Sebagian besar pengunjung yang datang lebih banyak yang berwisata, sangat sedikit yang melakukan untuk kegiatan pendidikan atau penelitian," imbuh Lugrayasa.